03 Mei 2023

Menjadi Viral, Memilih Peniru atau Pembaharu?

Article Cover

Kamus Besar Bahasa Indonesia secara resmi memperkenalkan istilah viral sebagai sesuatu yang bersifat menyebar luas dan cepat seperti virus. Namun, secara populer, istilah ini dipergunakan untuk menggambarkan suatu fenomena yang secara tiba-tiba menyedot perhatian publik. Citayam Fashion Week, SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong-Gede, Depok), hingga fenomena viral bisnis masa lampau seperti Es Kepal Milo dan Pisang Goreng Pasir Pontianak merupakan salah satu jenis-jenis contoh kondisi viral yang mampu menarik perhatian seantero nusantara.

 

Kondisi viral ini dapat dimaknai sebagai bagian dari suatu tren yang sedang mengemuka. Jika meminjam konsep daur hidup produk (product life-cycle), maka viral adalah kondisi dimana sebuah produk berada dalam situasi tumbuh (growth) dan matang (mature). Pada kondisi inilah sebenarnya daya tarik tertinggi untuk dapat memetik hasil panen terbaik dari usaha yang dilakukan.

 

Sayangnya, pada kondisi saat ini, titik viral yang terjadi seakan dinikmati dengan sangat instan dan ekspres. Akibatnya, masa-masa panen cuan pun hanya bertahan dalam hitungan bulan dan tidak berkelanjutan. Ketika suatu fenomena bisnis viral, serbuan imitasi produk berdatangan signifikan. Bayangkan saat produk es kepal dahulu berjaya, tidak sampai 1 minggu, penjual es kepal lain bermunculan sangat cepat. Tak butuh waktu lama untuk berebut kue yang terbatas, akhirnya banyak bisnis es kepal yang langsung tuntas.

 

Bagi UMKM, menjadi viral atau tidak, bukanlah suatu tujuan. UMKM perlu untuk selalu menjadi pembaharu yang mencipta gelombang baru dengan ide-ide jitu dan bukan sebagai peniru yang membuat inovasi menjadi buntu. Dan ketika masa viral itu datang kembali, UMKM sudah siap menanti dengan strategi pemanggil rezeki.

 

 

 

 

Share this article :