Di tengah zaman teknologi, dimana informasi tentang produk dan jasa sudah sedemikian cepat dilihat dan didengar konsumen, dan menjadikan dunia maya penuh sesak, maka pengusaha harus mulai memikirkan cara untuk bisa menembus “kepadatan” itu.
Tantangannya, banyak produk dan jasa sejenis yang rame-rame memasarkan produknya. Media konvensional dan media sosial juga sudah dipadati dengan semua informasi tentang itu. Hal ini seringkali membuat banyak pengusaha bertanya-tanya, mengapa produk yang bagus, dikerjakan dengan hati, dan jelas bisa memenuhi kebutuhan konsumen, ternyata tidak terlalu tinggi direspon. Tidak saja banyak biaya sudah dikeluarkan, namun kreativitas rasanya sudah mandeg, terkuras habis.
Salah satu cara orisinil yang saat ini mulai banyak dipelajari adalah dengan cara “bercerita”. Mengkomunikasikan produk/jasa lewat keterampilan bercerita. Tujuannya agar produk/jasa kita diceritakan ke mana-mana dan mendulang sukses lewat pengalaman para konsumen yang unik dan khas. Ketika generasi milenial sedang meraja di zaman ini, maka pengusaha juga perlu melatih kecakapan komunikasi dalam hal membangun usaha yang unik, khas, dan emosional, sehingga dengan senang hati para milenial akan memviralkannya di akun sosial mereka masing-masing.
Penting untuk segera diidentifikasi keunikan dan kekuatan produk/jasa yang Anda miliki. Lalu mulai membangun cerita nya. Mulai dari sejarahnya, latar belakangnya, motivasinya, hingga kisah dari mereka yang sudah pernah mendapatkan manfaatnya. Tulislah semua itu dengan alur yang bercerita. Dari situ kemudian bisa mulai dibagi-bagi ke dalam medium; konten media sosial, konten newsletter, konten verbal melalui radio misalnya, atau medium konvensional lain seperti brosur atau katalog.
Dengan demikian, diharapkan timbul kreativitas unik untuk bisa dijadikan cerita oleh konsumen, sehingga produk makin dikenal secara lebih orisinil, karena datang dari mereka apa adanya. Contohnya; restoran yang memotong harga menu nya sesuai umur pada KTP, atau produk sepatu yang turut menyumbang ke negara miskin di setiap pembelian sepatunya, atau anak muda yang membangun bisnis sepatunya, fokus untuk futsal saja, dan masih banyak lagi kreativitas lain.